Senin, 18 November 2013

Pelayan dan Dilema Diskriminasi




Apa yang anda bayangkan ketika hidup menjadi golongan minoritas dan mengalami diskriminasi? Itulah yang ingin dikisahkan dalam film The Butler. Film besutan sutradara Lee Daniels, Pamela Oas Williams dan Laura Ziskin ini mengisahkan tentang perjalanan hidup Cecil Gaines (Forest Whitaker), lelaki keturunan Afrika, yang mengalami kisah tragis dan akhirnya berkarir sebagai seorang pelayan di Gedung Putih selama 34 tahun.
Kehidupan Cecil bermula dari sebuah perkebunan kapas di Macon, Georgia. Ayah dan ibunya bekerja sebagai buruh tani di perkebunan kapas yang dimiliki oleh keluarga Westfall. Pada saat itu, di Amerika, orang Afrika dan keturunannya mayoritas hanya bekerja di sektor informal. Mereka tidak diperkenankan untuk bekerja di sektor formal. Kehidupan Cecil berubah ketika Thomas Westfall (Alex Pettyer) memperkosa ibunya dan membunuh ayahnya. Melihat kejadian tersebut, Cecil kemudian tidak diperkenankan lagi untuk bekerja di ladang. Ia segera diangkat oleh Annabeth Westfall (Vanesa Redgrave) untuk didik bagaimana cara menjadi seorang pelayan yang baik. Cecil belajar dengan cepat. Ia mulai terbiasa melayani makan malam keluarga Westfall, membersihkan peralatan makan seperti sendok dan garpu. Tidak hanya itu, Cecil juga mulai pulih dari trauma dan mulai terhindar dari persoalan diskriminasi di kawasan selatan Amerika. Cecil memilih untuk bersikap netral.
Ketika melihat Cecil tumbuh dewasa, Annabeth mulai khawatir. Annabeth khawatir, jika Cecil akan balas dendam atas perlakuan Thomas terhadap ayah dan ibunya. Dengan berat hati Annabeth meminta Cecil untuk meninggalkan keluarganya. Setelah pamit kepada ibunya yang mengalami gangguan kejiwaan akibat pemerkosaan, Cecil kemudian mulai mengembara. Pada saat itu, di Amerika sangat sulit untuk mendapatkan sebuah pekerjaan. Apa lagi status Cecil sebagai ‘kulit hitam’. Ke mana dan apapun yang dilakukan oleh ‘kulit hitam’ akan selalu selalu dicurigai.
Dalam perjalanannya, Cecil seringkali melihat bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Orang ‘kulit hitam’ sangat dibatasi dalam penggunaan fasilitas-fasilitas publik. Tak kuat menahan rasa laparnya, akhirnya Cecil berbuat nekat. Dengan lengannya yang kekar, ia nekat merusak sebuah jendela toko kue. Ia mengerti akan resiko dari perbuatannya, namun rasa lapar yang tak tertahankan membuat ia gelap mata. Untung saja toko kue yang dimiliki oleh orang kulit putih itu di jaga oleh seorang pelayan keturunan Afrika. Bukannya dilaporkan kepada pihak yang berwajib, Cecil justru dirawat dan dipekerjakan di toko tersebut. Di toko tersebut Cecil tidak hanya belajar bagaimana melayani, ia juga belajar memasak.
Tidak lama kemudian, Cecil mendapatkan pekerjaan sebagai seorang pelayan disebuah hotel. Di hotel tersebut kemampuan Cecil semakin terasah, ia tidak hanya bertugas untuk melayani tamu hotel di meja makan ataupun di bar. Cecil juga mulai terbiasa menjadi seorang room service. Karirnya yang mulus sebagai pelayan di hotel mengantarkan ia menjadi pelayan di Gedung Putih. Cecil menjadi pelayan di Gedung Putih untuk tujuh presiden.
Film ini menceritakan pengabdian Cecil sejak pemerintahan Dwight Eisenhower hingga Presiden Amerika yang ke-40, Ronald Reagan. Cecil yang menjadi pelayan di Gedung Putih mulai akrab dengan kebiasaan-kebiasaan Presiden Amerika yang berbeda-beda. Dari John F. Kennedy yang digambarkan sebagai sosok yang perhatian hingga Lyndon B. Johnson yang memiliki kebiasaan unik, yakni terbiasa mengadakan pertemuan dengan stafnya sembari duduk di jamban karena susah buang air.
Pekerjaannya sebagai pelayan di Gedung Putih membuat Cecil banyak kehilangan waktu dengan keluarganya. Sang istri, Gloria (Oprah Winfrey) sering frustasi karena perhatian suaminya selalu terpusat pada Gedung Putih. Gloria yang jarang mendapatkan perhatian dari suaminya sering melarikan diri pada minuman beralkohol. Tidak hanya itu, putra sulung mereka, Louis (David Oyelowo), yang mereka harapkan dapat berkuliah dengan baik, ternyata ikut dalam protes sosial  antidiskriminasi. Dari aktivis yang menempuh jalan damai untuk melawan diskriminasi seperti Martin Luther King hingga akhirnya Louis bergabung dengan kelompok garis keras Black Panther.
Cecil seringkali dibuat pusing oleh kelakuan Louis. Louis dan teman-temannya melawan diskriminasi dengan jalannya sendiri. Pada suatu hari, Louis dan teman-temannya datang kesebuah restoran. Pada saat diskriminasi di Amerika cukup kental, hampir semua fasilitas publik dipisahkan menjadi dua yakni untuk yang berwarna dan yang tidak berwarna. Berwarna merujuk pada orang kulit hitam yakni orang Afrika dan turunannya serta tidak berwarna merujuk pada orang kulit putih. Cecil dan teman-temannya kemudian nekat duduk di kursi orang kulit putih. Alhasil orang-orang kulit putih di restoran tersebut marah. Mereka mulai, mengejek, menghina, melempar muka mereka dengan saus hingga menyiram muka salah satu teman Louis dengan air panas. Kelompok Black Panther ini memang sudah dilatih untuk menghadapi kondisi seperti itu. Peristiwa itu disorot oleh berbagai media di Amerika. Cecil menyaksikan peristiwa itu dengan perasaan sedih. Ia tidak menyangka anak sulungnya akan berbuat senekat itu.
Louis dan Cecil memang sangat bertolak belakang. Sang ayah, lebih memilih untuk bersikap netral karena ia bekerja di Gedung Putih, sedangkan Louis sangat menginginkan persamaan hak bagi warga keturunan kulit hitam. Sang presidenpun sering bertanya kepada Cecil, apakah putranya terlibat dalam kegiatan politik antidiskriminasi. Cecil juga sudah sering memperingatkan Louis agar fokus pada kuliahnya dan tidak terlibat dalam gerakan politik antidiskriminasi.
Masalah yang dialami oleh keluarga Cecil semakin menjadi ketika putra bungsunya memilih untuk ikut perang Vietnam. Louis dan adiknya memiliki cara pandang yang berbeda mengenai konsep warga negara. Bagi Louis negara harus menjamin warganya memperoleh hak yang sama sedangkan bagi adiknya, maju dalam perang Vietnam merupakan salah satu kewajiban bagi seorang warga negara. Adik Louis akhirnya tewas dalam perang Vietnam. Peristiwa-peristiwa tersebut mengakibatkan keluarga Cecil semakin terpuruk.
Namun lambat laun kisah tragis yang dialami oleh keluarga Cecil mulai berakhir sejak pemerintah Amerika mulai memberikan persamaan hak bagi orang Afrika dan orang Amerika keturunan Afrika. Cecil yang mulai menua akhirnya pensiun sebagai pelayan di Gedung Putih. Bersama istrinya, Cecil menikmati masa-masa tuanya hingga akhirnya, istrinya meninggalkan Cecil terlebih dahulu.
Penulis skenario Danny Strong mengaku terinspirasi sosok Eugene Allen. Eugene Allen merupakan seorang pelayan Gedung Putih yang mengabdi selama 34 tahun. Eugene pensiun pada tahun 1986. Namun Eugene sempat menyaksikan Presiden Amerika pertama dari kulit hitam. Adegan Obama, yang ditampilkan dari footage dokumenter, disumpah menjadi presiden berganti dengan wajah Cecil di masa tua adalah sebuah konfirmasi bahwa perjuangan yang baik akan membuahkan hasil yang manis di kemudian hari.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar