Apa
yang anda bayangkan ketika hidup menjadi golongan minoritas dan mengalami
diskriminasi? Itulah yang ingin dikisahkan dalam film The Butler. Film besutan
sutradara Lee Daniels, Pamela Oas Williams dan Laura Ziskin ini mengisahkan
tentang perjalanan hidup Cecil Gaines (Forest Whitaker), lelaki keturunan
Afrika, yang mengalami kisah tragis dan akhirnya berkarir sebagai seorang
pelayan di Gedung Putih selama 34 tahun.
Kehidupan
Cecil bermula dari sebuah perkebunan kapas di Macon, Georgia. Ayah dan ibunya
bekerja sebagai buruh tani di perkebunan kapas yang dimiliki oleh keluarga
Westfall. Pada saat itu, di Amerika, orang Afrika dan keturunannya mayoritas hanya
bekerja di sektor informal. Mereka tidak diperkenankan untuk bekerja di sektor
formal. Kehidupan Cecil berubah ketika Thomas Westfall (Alex Pettyer)
memperkosa ibunya dan membunuh ayahnya. Melihat kejadian tersebut, Cecil
kemudian tidak diperkenankan lagi untuk bekerja di ladang. Ia segera diangkat
oleh Annabeth Westfall (Vanesa Redgrave) untuk didik bagaimana cara menjadi
seorang pelayan yang baik. Cecil belajar dengan cepat. Ia mulai terbiasa
melayani makan malam keluarga Westfall, membersihkan peralatan makan seperti
sendok dan garpu. Tidak hanya itu, Cecil juga mulai pulih dari trauma dan mulai
terhindar dari persoalan diskriminasi di kawasan selatan Amerika. Cecil memilih
untuk bersikap netral.
Ketika
melihat Cecil tumbuh dewasa, Annabeth mulai khawatir. Annabeth khawatir, jika Cecil
akan balas dendam atas perlakuan Thomas terhadap ayah dan ibunya. Dengan berat
hati Annabeth meminta Cecil untuk meninggalkan keluarganya. Setelah pamit
kepada ibunya yang mengalami gangguan kejiwaan akibat pemerkosaan, Cecil kemudian
mulai mengembara. Pada saat itu, di Amerika sangat sulit untuk mendapatkan
sebuah pekerjaan. Apa lagi status Cecil sebagai ‘kulit hitam’. Ke mana dan
apapun yang dilakukan oleh ‘kulit hitam’ akan selalu selalu dicurigai.
Dalam
perjalanannya, Cecil seringkali melihat bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi
manusia. Orang ‘kulit hitam’ sangat dibatasi dalam penggunaan
fasilitas-fasilitas publik. Tak kuat menahan rasa laparnya, akhirnya Cecil berbuat
nekat. Dengan lengannya yang kekar, ia nekat merusak sebuah jendela toko kue.
Ia mengerti akan resiko dari perbuatannya, namun rasa lapar yang tak
tertahankan membuat ia gelap mata. Untung saja toko kue yang dimiliki oleh
orang kulit putih itu di jaga oleh seorang pelayan keturunan Afrika. Bukannya
dilaporkan kepada pihak yang berwajib, Cecil justru dirawat dan dipekerjakan di
toko tersebut. Di toko tersebut Cecil tidak hanya belajar bagaimana melayani,
ia juga belajar memasak.
Tidak
lama kemudian, Cecil mendapatkan pekerjaan sebagai seorang pelayan disebuah
hotel. Di hotel tersebut kemampuan Cecil semakin terasah, ia tidak hanya
bertugas untuk melayani tamu hotel di meja makan ataupun di bar. Cecil juga
mulai terbiasa menjadi seorang room
service. Karirnya yang mulus sebagai pelayan di hotel mengantarkan ia
menjadi pelayan di Gedung Putih. Cecil menjadi pelayan di Gedung Putih untuk
tujuh presiden.
Film
ini menceritakan pengabdian Cecil sejak pemerintahan Dwight Eisenhower hingga
Presiden Amerika yang ke-40, Ronald Reagan. Cecil yang menjadi pelayan di
Gedung Putih mulai akrab dengan kebiasaan-kebiasaan Presiden Amerika yang
berbeda-beda. Dari John F. Kennedy yang digambarkan sebagai sosok yang
perhatian hingga Lyndon B. Johnson yang memiliki kebiasaan unik, yakni terbiasa
mengadakan pertemuan dengan stafnya sembari duduk di jamban karena susah buang
air.
Pekerjaannya
sebagai pelayan di Gedung Putih membuat Cecil banyak kehilangan waktu dengan
keluarganya. Sang istri, Gloria (Oprah Winfrey) sering frustasi karena
perhatian suaminya selalu terpusat pada Gedung Putih. Gloria yang jarang
mendapatkan perhatian dari suaminya sering melarikan diri pada minuman
beralkohol. Tidak hanya itu, putra sulung mereka, Louis (David Oyelowo), yang
mereka harapkan dapat berkuliah dengan baik, ternyata ikut dalam protes
sosial antidiskriminasi. Dari aktivis
yang menempuh jalan damai untuk melawan diskriminasi seperti Martin Luther King
hingga akhirnya Louis bergabung dengan kelompok garis keras Black Panther.
Cecil
seringkali dibuat pusing oleh kelakuan Louis. Louis dan teman-temannya melawan
diskriminasi dengan jalannya sendiri. Pada suatu hari, Louis dan teman-temannya
datang kesebuah restoran. Pada saat diskriminasi di Amerika cukup kental,
hampir semua fasilitas publik dipisahkan menjadi dua yakni untuk yang berwarna
dan yang tidak berwarna. Berwarna merujuk pada orang kulit hitam yakni orang
Afrika dan turunannya serta tidak berwarna merujuk pada orang kulit putih.
Cecil dan teman-temannya kemudian nekat duduk di kursi orang kulit putih.
Alhasil orang-orang kulit putih di restoran tersebut marah. Mereka mulai,
mengejek, menghina, melempar muka mereka dengan saus hingga menyiram muka salah
satu teman Louis dengan air panas. Kelompok Black Panther ini memang sudah
dilatih untuk menghadapi kondisi seperti itu. Peristiwa itu disorot oleh
berbagai media di Amerika. Cecil menyaksikan peristiwa itu dengan perasaan
sedih. Ia tidak menyangka anak sulungnya akan berbuat senekat itu.
Louis
dan Cecil memang sangat bertolak belakang. Sang ayah, lebih memilih untuk
bersikap netral karena ia bekerja di Gedung Putih, sedangkan Louis sangat menginginkan
persamaan hak bagi warga keturunan kulit hitam. Sang presidenpun sering
bertanya kepada Cecil, apakah putranya terlibat dalam kegiatan politik
antidiskriminasi. Cecil juga sudah sering memperingatkan Louis agar fokus pada
kuliahnya dan tidak terlibat dalam gerakan politik antidiskriminasi.
Masalah
yang dialami oleh keluarga Cecil semakin menjadi ketika putra bungsunya memilih
untuk ikut perang Vietnam. Louis dan adiknya memiliki cara pandang yang berbeda
mengenai konsep warga negara. Bagi Louis negara harus menjamin warganya memperoleh
hak yang sama sedangkan bagi adiknya, maju dalam perang Vietnam merupakan salah
satu kewajiban bagi seorang warga negara. Adik Louis akhirnya tewas dalam
perang Vietnam. Peristiwa-peristiwa tersebut mengakibatkan keluarga Cecil
semakin terpuruk.
Namun
lambat laun kisah tragis yang dialami oleh keluarga Cecil mulai berakhir sejak
pemerintah Amerika mulai memberikan persamaan hak bagi orang Afrika dan orang
Amerika keturunan Afrika. Cecil yang mulai menua akhirnya pensiun sebagai
pelayan di Gedung Putih. Bersama istrinya, Cecil menikmati masa-masa tuanya
hingga akhirnya, istrinya meninggalkan Cecil terlebih dahulu.
Penulis
skenario Danny Strong mengaku terinspirasi sosok Eugene Allen. Eugene Allen
merupakan seorang pelayan Gedung Putih yang mengabdi selama 34 tahun. Eugene pensiun
pada tahun 1986. Namun Eugene sempat menyaksikan Presiden Amerika pertama dari
kulit hitam. Adegan Obama, yang ditampilkan dari footage dokumenter, disumpah menjadi presiden berganti dengan wajah
Cecil di masa tua adalah sebuah konfirmasi bahwa perjuangan yang baik akan
membuahkan hasil yang manis di kemudian hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar