Karawang, 21 September 2013
Assalamualaikum
Warahmatullah Wabarakatuh
Hai! Bagaimana kabarnya? Semoga kamu serta keluargamu
selalu berada dalam kondisi sehat dan senantiasa mendapat lindungan-Nya. Oh ya,
bagaimana latihan paduan suaranya? Tentu latihan akan terasa semakin berat
ketika menjelang waktu perlombaan. Kamu harus tetap semangat dalam berlatih
agar bisa memberikan yang terbaik ketika berlomba di negeri ginseng. Vini, vidi vici.
Tetap
semangat juga dalam menulis skripsi. Satu hal yang aku peroleh ketika dulu
menulis skripsi ialah kita dilatih untuk berbuat jujur. Sangat wajar dalam
dunia akademis, karya tulis kita gugur karena sudah tidak relevan lagi atau
karya tulis kita gugur karena ada akademisi lain yang sanggup menggugurkannya
karena ia mampu menyuguhkan data yang valid dan lebih relevan.
Ketika
ditolak dalam mengajukan judul atau tema skripsi memang sakit sekali rasanya.
Aku pun pernah merasakannya dua tahun yang lalu. Sakit hati itu wajar dan
manusiawi. Namun diambil hikmahnya saja, bahwa ketika judul atau tema skripsi
yang kamu ajukan ditolak, paling tidak kamu sedikit banyak telah belajar
mengenai tema tersebut. Dan belajar bukanlah suatu hal yang sia-sia.
Aku di sini sehat-sehat saja. Saat ini aku
tetap bekerja sebagai loper dan pengecer koran dan majalah dari salah satu
penerbit. Di sela-sela kesibukan ku, aku menyempatkan diri untuk menulis surat
ini. Oh ya, bersama
dengan surat ini, aku sertakan enam buah majalah Tempo edisi khusus. Keenam majalah edisi khusus tersebut diantaranya: “Kartosoewirjo
Mimpi Negara Islam, Tjokroaminoto Guru Para Pendiri Bangsa, Ernest Douwes
Dekker Inspirasi Bagi Revolusi Indonesia, Teka-Teki Wiji Thukul, Bercermin Pada
Yap Thiam Hien, serta Agus Salim Diplomat Jenaka Penopang Republik.”
Keenam majalah edisi khusus tersebut merupakan upaya
dari teman-teman redaksi untuk menyajikan sejarah melalui pendekatan
jurnalistik. Dalam mengerjakan majalah edisi khusus
tersebut
teman-teman redaksi harus berdiskusi dengan narasumber. Selain itu, untuk
memperkuat dan melengkapi tulisan, beberapa reporter yang terlibat dalam proyek
tersebut (majalah edisi khusus) harus melakukan reportase ke beberapa tempat
untuk dapat menelusuri jejak tokoh yang diangkat dalam tema edisi khusus
tersebut.
Keenam majalah tersebut merupakan sebuah rangkaian sejarah
dari bangsa ini. Aku tidak menuntut agar keenam majalah tersebut kamu baca
tuntas. Namun, dengan membaca keenam majalah tersebut, paling tidak,
kamu akan mengerti sekelumit mengenai sejarah bangsa ini. Keenam majalah
tersebut bukanlah satu-satunya referensi untuk mengetahui sejarah bangsa ini,
karena untuk mengetahui lebih lanjut mengenai sejarah bangsa ini, kamu tetap
harus menggali informasi dari berbagai sumber.
Aku
akan memberi sedikit panduan untukmu agar kamu mudah untuk memahami alur dari
bangsa ini. Pertama, bacalah edisi khusus Tjokroaminoto Guru Para Pendiri
Bangsa. Dalam edisi Tjokroaminoto Guru Para Pendiri Bangsa, teman-teman redaksi akan memaparkan mengenai sepak terjang dari Hadji
Oemar Said Tjokroaminoto. Pemerintah kolonial Belanda menjulukinya sebagai
“Raja Tanpa Mahkota”. Diusianya yang tak panjang, Hadji Oemar Said
Tjokroaminoto meletakkan fondasi awal bangunan Republik. Meninggalkan kemapanan
keluarga bangsawan, ia meretas jalan kesetaraan. Dialah “bapak” tokoh para
pergerakan. Perannya dalam membesarkan Organisasi Sarekat Islam, serta
bagaimana perannya dalam mendidik para pendiri bangsa seperti, Sukarno, Musso,
serta Kartosoewirjo yang sempat belajar di rumah kos miliknya (rumah
Tjokroaminoto) di Gang Peneleh VII, Surabaya, Jawa Timur. Dari Tjokroaminoto
pulalah, tokoh-tokoh tersebut (Sukarno, Musso serta Kartosoewirjo) mengenal
marxisme serta belajar bagaimana menjadi seorang orator yang ulung.
Walaupun lahir dari kalangan bangsawan pada tanggal 16
Agustus 1882, namun Tjokroaminoto menentang atribut feodalisme: menyimpan gelar
raden, memprotoes laku dodok-berjalan
jongkok di depan bangsawan–juga menuntut kesataraan bangsa Hindia. Perjuangan
menuntut kesetaraan itu terlihat jelas dalam pidato dan tulisan Tjokroaminoto.
Pada tahun 1914, di Doenia Bergerak,
ia menulis sajak:
Lelap terus, dan kau pun dipuji sebagai
bangsa terlembut di dunia.
Darahmu dihisap dan dagingmu dilahap
sehingga hanya kulit tersisa.
Siapa pula tak memuji sapi dan kerbau?
Orang dapat menyuruhnya kerja, dan
memakan dagingnya.
Tapi kalau mereka tahu hak-haknya, orang
pun akan menamakannya
pongah, karena tidak mau ditindas.
Bahasamu terpuji halus diseluruh dunia,
dan sopan pula.
Sebabnya kau menegur bangsa yang lain
dalam bahasa kromo dan orang
lain menegurmu dalam bahasa ngoko.
Kalau kau balikkan, kau pun dianggap
kurang ngajar.
Namun,
tidak seperti tokoh pergerakan lainnya yang radikal, Tjokroaminoto bergerak di
“bawah perlindungan” pemerintah Belanda untuk menggerakkan perjuangannya.
Bersama Tjokroaminoto pula, Hadji Agus Salim kepincut dengan Sarekat Islam. Bahkan
mereka berdua (Tjokroaminoto dan Agus Salim) sering disebut dwi tunggal. Tjokroaminoto dan Haji Agus Salim
pulalah yang menyatukan kembali anggota Organisasi Sarekat Islam, ketika
organisasi tersebut terpecah menjadi dua kubu, yakni Sarekat Islam Merah yang
berhaluan komunis serta tidak kooperatif dengan pemerintah Belanda versus Sarekat Islam Putih yang bernafaskan
ajaran Islam.
Maaf aku
tidak terlalu bercerita banyak mengenai sosok Tjokroaminoto. Harapanku kamu
membacanya sendiri. Karena dengan membaca, maka kamu akan lebih ingat
dibandingkan jika hanya aku ceritakan. Apa lagi kalau hanya diceritakan lewat
telepon.
Untuk yang kedua, bacalah edisi khusus Ernest Douwes
Dekker Inspirasi Bagi Revolusi Indonesia. Walaupun bukan keturunan Indonesia
tulen, namun Douwes Dekker yang memiliki nama Indonesia Danudirja Setia Budi
kemana-mana selalu mengaku sebagai orang Jawa. Douwes Dekker pulalah yang
mendirikan Indische Partij bersama para tokoh Insulinde pada tanggal 6
September 1912. Indische Partij merupakan partai politik pertama di Hindia.
Indische Partij menyerukan penyingkiran kesombongan rasial serta keistimewaan
ras dalam ketatanegaraan dan kemasyarakatan. Partai ini (Indische Partij) juga
memiliki program meluaskan pengetahuan umum sejarah Hindia. Program yang tak
kalah pentingnya ialah gerakan menyatukan cendikiawan yang masih bercerai-berai
dan mengupayakan untuk menumbuhkan kesadaran dan kepercayaan diri.
Douwes Dekker yang biasa dipanggi DD lahir di Pasuruan,
Jawa Timur. Ia seorang penggerak
revolusi Inonesia yang melampaui zamannya. Di dalam tubuhnya mengalir darah
Belanda, Prancis, Jerman dan Jawa. Tapi semangatnya lebih menggelora ketimbang
penduduk Bumi Putra. Pemerintah kolonial Belanda menerakkan cap berbahaya
baginya. Oleh sebab itu, DD harus diasingkan ke Belanda hingga Suriname.
Bersama dengan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara)
serta Tjipto Mangoenkoesoemo, DD melakukan propaganda untuk menentang
pemerintah kolonial Belanda. Mereka bertiga pula sering dikenal sebagai tiga
serangkai. Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo serta Soewardi Soejaningrat disatukan oleh
pena. Merekalah manusia-manusia paling radikal pada zamannya. Hal tersebut bisa
dilihat dari salah satu tulisan dari Soewardi Soejaningrat dalam Alsik eens Nederlander was-“Seandainya
Aku seorang Belanda.” Penguasa Belanda yang membaca pamflet itu niscaya
terpanggang hatinya karena dalam tulisan tersebut Soewardi Soejaningrat
memprotes bangsa Belanda yang akan merayakan dengan meriah seratus tahun
kemerdekaan di negeri jajahan. “Tidakkah terpikirkan bahwa si kuli itu juga
ingin seperti kita sekarang yang dapat merayakan pesta kemerdekaan,” ujar
Soewardi. “Seandainya aku seorang Belanda, aku tidak akan merayakan kemerdekaan
di negeri yang telah kita rampas kemerdekaannya.”
Selain tokoh politik, DD juga merupakan seorang jurnalis.
Tulisan-tulisannya sangat keras menentang kolonialisme. Ia pernah bekerja
sebagai reporter koran De Locomotief,
Semarang, lalu pindah ke Soerabaia
Handelsblad. Pada tahun 1909, DD menjadi pemimpin redaksi Bataviaasch Nieuwsblad. Setahun kemudian
(tahun 1910), DD menerbitkan majalah Het
Tijdschrift di Bandung. 1 Maret 1912, DD menerbitkan De Expres. Ia kemudian
menjadi pemimpin redaksi dan Tjipto Mangoenkoesoemo duduk sebagai wakil.
Kakak-adik Douwes Dekker juga pernah terjun dalam perang
Boer (Boerenoorlog). Mereka bertolak
dengan menumpang kapal Perancis menuju Republik Transvaal, Afrika Selatan.
Menurut Linda Sunarti, sejarawan dari Universitas Indonesia, tiga tahun
mengikuti perang itu (perang Boer) membuat jiwa anti penindasan Douwes Dekker
mulai terbangun.
DD juga sempat memiliki sebuah sekolah. Sekolah tersebut
bernama Ksatrian Institut. Ia mengubah Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO)
menjadi Ksatrian Institut pada tahun 1924. Ia melanjutkan cita-cita Indische
Partij melalui Ksatrian Institut dan mengajarkan pentingnya bangsa merdeka dan
mandiri. Ia juga merupakan salah satu orang Indonesia yang diterima studi
doktoral di Universitas Zurich meski berijazah sekolah menengah atas. Ia
berhasil meyakinkan pihak universitas dengan curriculum vitae yang disajikan dengan unik. Hanya saja gelar
doktor tidak sempat digondol pulang, karena DD tidak pernah menyerahkan naskah
disertasinya yang telah direvisi.
Sukarno menganggap Douwes Dekker merupakan
mentornya, sedangkan Douwes Dekker menganggap Sukarno merupakan juru selamat. Setelah
menggondol gelar insiyur sipil dari Technische Hogeschool-sekarang Institut
Teknologi Bandung-Sukarno sempat menjadi guru di Ksatrian Institut. Setelah
pulang dari pengasingannya, pada tahun 1947, Douwes Dekker menjabat sebagai
Menteri Negara dan anggota Dewan Pertimbangan Agung. DD merupakan seorang
mualaf dan melalui pengaruh Natsir DD kemudian masuk Masyumi. DD meninggal
dunia pada tanggal 28 Agustus 1950 karena penyakit yang dideritanya.
Untuk yang
ketiga bacalah edisi khusus dengan judul Agus Salim Diplomat Jenaka Penopang
Republik. Mungkin dari beberapa majalah edisi khusus yang aku kirimkan, edisi
khusus mengenai Agus Salim sangat erat kaitannya dengan studi yang sedang kamu
tekuni, hubungan internasional. Seingatku, ketika aku berkuliah, sedikit dari
dosen-dosen kita yang mengulas siapa itu sosok Agus Salim serta bagaimana
perannya bagi diplomasi Indonesia yang pada saat itu masih baru seumur jagung.
Aku rasa saat ini banyak diplomat kita yang harus banyak belajar dari
kesederhanaan Hadji Agus Salim.
Agus Salim
ialah diplomat yang cerdik dan pendebat ulung, santri yang kritis dan ulama
yang moderat. Tapi Agus Salim juga pernah kehilangan iman dan susah payah
merebutnya kembali hingga menemukan Islam untuk Indonesia: Islam yang tidak
terikat adat kebiasaan, tapi dapat menggerakkan bangsa untuk menentukan nasib
sendiri. Berbagai persitiwa yang dialaminya dari masa penjajahan Belanda hingga
Indonesia merdeka itu menempanya menjadi Haji Agus Salim.
Agus Salim
lahir di Koto Gadang, Sumatera Barat pada tanggal 8 Oktober 1884. Agus Salim
sudah menorehkan prestasi gemilang sejak duduk di bangku sekolah dasar. Di
tengah kawan-kawan sekolahnya yang sebagian besar anak Eropa, dia tak minder,
malah berpikir kritis. Kemampuannya menonjol dalam semua pelajaran, terutama
penguasaan bahasa, ilmu sosial dan ilmu pasti. Lulus pun dengan predikat
terbaik sejak pendidikan dasar hingga menengah. Dengan pendidikan dan kemampuan
tinggi, Agus Salim sesungguhnya dapat hidup enak asalkan mau bekerja untuk
pemerintah Hindia Belanda. Tapi dia memilih resistan. Tinggal di rumah
kontrakan hingga akhir hayatnya.
Agus Salim
pernah bekerja di Konsulat Belanda di Jeddah, Arab Saudi. Di Jeddah Agus Salim
menjadi penerjemah sekaligus mengurusi jemaah haji. Jeddah adalah kota pelabuhan.
Jemaah haji Hindia mendarat di sana setelah naik kapal uap selama tiga bulan.
Posisi Agus Salim sebagai penerjemah memberikan keuntungan sendiri baginya
karena dia berkesempatan bergaul dengan leluasa dengan para tokoh ulama di
Mekkah, Madinah dan sekitarnya. Pertemuan dengan pamannya, Syekh Ahmad Khatib,
di Mekkah dan perkenalannya dengan pemikiran Islam modern telah menjadikkan
Agus Salim sebagai pemikir Islam yang dikenal lebih bebas ketimbang Ahmad
Dahlan dan Hasyim Asy’ari.
Pada tahun
1915, Agus Salim yang baru tiba di Jakarta diminta pemerintah Hindia untuk
memata-matai Sarekat Islam. Namun bukannya memata-matai berbagai aktivitas
Sarekat Islam, Agus Salim justru jatuh cinta dengan organisasi massa itu.
Kecerdasan serta pengetahuan agamanya yang tinggi membuat dia lekas menjadi
kepercayaan Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, pemimpin Sarekat Islam. Belakangan
keduanya dikenal sebagai dwitunggal. Salimlah yang kemudian menggagas disiplin
partai untuk mengusir anasir komunis dari Sarekat Islam yang dipimpin oleh
Semaoen. Salim pulalah yang ikut membidani salin wujud sarekat Islam menjadi
partai dan menjadi pucuk pimpinan partai Sarekat Islam Indonesia setelah
Tjokroaminoto meninggal.
Suatu hari
pada tahun 1922 dalam suatu sidang Volksraad (Dewan Rakyat Hindia Belanda),
Agus Salim tiba-tiba tampil beda. Ia tiba-tiba berpidato menggunakan bahasa
Melayu. Pidato Salim yang menggunakan bahasa Melayu sontak saja membuat puluhan
anggota Dewan, yang sebagian orang Eropa, tercengang. Hal ini disebabkan dalam
sidang Volksraad terdapat sebuah norma bahwa seluruh anggota Volksraad
diwajibkan untuk menggunakan bahasa Belanda. Namun Salim tidak peduli. Salim
memiliki alasan bahwa sebagai anggota Volksraad, ia memiliki hak untuk
berbicara dengan menggunakan bahasa Melayu.
Gusar
dengan perbuatan Salim, anggota Volksraad dari perwakilan Zending bernama
Bergmeyer meminta Salim menerjemahkan kata “ekonomi” ke bahasa Melayu. Ia
berharap Salim menghentikan pidato karena malu tidak bisa menjawab
pertanyaannya. Namun tak dikira, Salim menyambut tantangan itu. Katanya, dia
akan menjawab pertanyaan Bergmeyer, asalkan Bergmeyer menyebutkan terlebih
dahulu kata “ekonomi” dalam bahasa Belanda. Bergmeyer terdiam. Ternyata saat
itu memang belum ada padanan kata bahasa Belanda yang cocok untuk kata
“ekonomi”. Kata staathuishoudkunde,
yang jamak dipakai sebagai pengganti, lebih tepat berarti “politik-ekonomi”.
Perdebatan
adalah cara mengungkap kebenaran: ini keyakinan Agus Salim. Melalui surat kabar
yang dia pimpin, dia mengemukakan gagasan, menampilkan aspirasi rakyat, serta
melontarkan kritik kepada siapa saja, termasuk pemerintah. Dia tipikal pemikir
generalis, dengan pengetahuan yang luas dan menguasai banyak bahasa.
Tulisan-tulisannya terentang dalam periode 1917-1953, berupa risalah pendek
politik, kebudayaan, sejarah dan terutama agama. Dia seorang wartawan tanpa
kompromi.
Pada tahun
1945, mendekati kemerdekaan Indonesia, Agus Salim pun didapuk untuk menjadi
anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia mewakili
kelompok Islam. Dalam sidang pleno pertama BPUPKI-sejak 28 Mei hingga 1 Juni
1945-mereka membahas dasar negara dan batas-batas daerah. Agus Salim masuk
panitia sembilan, yang terdiri atas Sukarno, Muhammad Hatta, Muhammad Yamin,
Achmad Soebardjo, A.A Maramis, Kiai Abdoelkahar Muzakir, Wachid Hasyim,
Abikoesno Tjokrosoejoso dan Agus Salim. Tim inilah yang kemudian melahirkan
Piagam Jakarta yang kelak menjad rancangan preambul atau pembukaan
Undang-Undang Dasar.
Pengakuan
kedaulatan Indonesia oleh Mesir tak lepas dari tangan dingin Haji Agus Salim.
Itulah pengakuan de jure pertama
dunia internasional terhadap Proklamasi 17 Agustus 1945. Setelah Mesir,
sejumlah negara Arab berturut-turu mendukung: Libanon, Suriah, Irak, Arab Saudi
dan Yaman. Sukses di Timur Tengah, lelaki yang dijuluki “The Grand Old Man”
oleh Sukarno itu melanjutkan aksinya ke Dewan Keamanan Perserikatan
Bangsa-Bangsa. Di tangan Agus Salim, bayi Republik yang masih belajar merangkak
tampil percaya diri: berdiri di panggung dunia dengan tangan mengepal.
Agus Salim
juga merupakan diplomat cerdas yang pernah kita miliki. Ia seorang poliglot
yang mampu menguasai sembilan bahasa asing, antara lain, bahasa Inggris,
Jerman, Prancis, Belanda, Turki, Jepang dan Arab. Menilik kiprahnya, Solichin
Salam, sejarawan dan penulis sejumlah biografi tokoh Indonesia, dalam bukunya,
Hadji Agus Salim: Pahlawan Nasional (1965), menilai Salim bukan hanya diplomat
ulung, melainkan juga diplomat Indonesia yang pertama. “Dia merintis jalan bagi
Indonesia dalam hubungan maupun kegiatan-kegiatan dengan dunia internasional.”
4 November
1954, diplomat jenaka penopang republik wafat pada pukul 14.42 di Rumah Sakit
Umum Jakarta setelah sakit beberapa hari. Ia dimakamkan keesokan harinya di
Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. 27 Desember 1961 merupakan tanggal
ditetapkannya Agus Slaim sebagai Pahlawan Kemerdekaan. Istrinya, Zainatun,
kemudian menyusul Salim pada 2 Desember 1977 dan dimakamkan di Karet Bivak,
Jakarta.
Untuk yang keempat bacalah edisi khusus Kartosoewirjo
Mimpi Negara Islam. Kartosoewirjo yang memiliki nama lengkap Sekarmadji
Maridjan Kartosoewirjo merupakan pemimpin pemberontakan Darul Islam.
Kartosoewirjo lahir pada tanggal 7 Januari 1907 di Cepu, Jawa Tengah. Kendati
dikenal sebagai pemimpin Negara Islam Indonesia, Kartosoewirjo sesungguhnya
merupakan sosok yang tak terlalu “Islami”. Hal itu disebabkan karena ia
(Kartosoewirjo) lahir dari golongan keluarga priyayi feodal. Ayahnya,
Kartosoewirjo, ialah seorang mantri candu. Masa kecil Sekarmadji Maridjan
Kartosoewirjo pun tak karib dengan pendidikan agama. Dia terus menerus menempuh
pendidikan di sekolah Belanda.
Di masa remaja, Kartosoewirjo yang mulai
tertarik dengan dunia pergerakan justru akrab dengan pemikiran kebangsaan
bahkan “kiri”. Dia banyak membaca buku sosialisme. Terpengaruh dengan bacaan
itu (buku sosialisme), Kartosoewirjo terjun ke politik dengan bergabung dengan
Jong Java dan kemudian Jong Islamieten Bond. Kartosoewirjo mempelajari Islam secara otodidak.
Adapun gurunya di dunia pergerakan, sekaligus guru agamanya yang terbesar ialah Hadji Oemar Said
Tjokroaminoto.
Ketika tinggal di Malangbong, Garut, Kartosoewirjo kembali
mempelajari Islam dari sejumlah ajengan,
seperti Adiwisastra, Kiai Mustafa Kamil dan Kiai Yusuf Tauziri. Adiwisastra
kemudian menjadi mertua sekaligus sekutu dekatnya dalam memperjuangkan tegaknya
Negara Islam Indonesia sedangkan Kiai Yusuf Tauziri menjadi musuhnya setelah ia
(Kiai Yusuf Tauziri) menolak Negara Islam Indonesia yang digagas oleh
Kartosoewirjo.
Dengan latar belakang Islam-Jawa seperti itu, kemudian
muncul sebuah cerita mengenai Kartosoewirjo yang melakukan tapa geni, tidak makan dan tidak minum selama 40 hari, di Gua
Walet, Gunung Kidul, Yogyakarta. Kartosoewirjo juga mendapat banyak julukan
seperti, Ratu Adil, Imam Mahdi, Sultan Heru Tjokro dan Satrija Sakti. Julukan itu sesuai dengan ramalan Joyoboyo,
raja sekaligus pujangga Jawa, yang memprediksikan bahwa akan muncul seorang
pemimpin umat manusia. Konon katanya, ada kepercayaan mistis dikalangan
masyarakat Jawa Barat bahwa Kartosoewirjo akan bisa menjadi Ratu Adil dan
selalu memenangi peperangan karena telah mampu menyatukan keris Ki Dongkol dan
pedang Ki Rompang.
Pada tanggal 24 Maret 1940, Kartosoewirjo mendirikan
Institut Suffah. Nama itu diambil dari bahasa Arab, Suffah, yang berarti “menyucikan diri”. Institut Suffah mirip
dengan pesantren. Siswanya menetap di sana. Selain itu, seluruh siswa Institut
Suffah mendapat pengajaran ilmu pengetahuan, pendidikan agama dan pendidikan
politik. Kartosoewirjo sendiri mengajar bahasa Belanda, ilmu falak (astronomi)
dan ilmu tauhid kepada siswanya. Pada ahun 1948 bangunan lembaga itu (Institut
Suffah) dihancurkan oleh tentara Belanda.
Kartosoewirjo memproklamirkan Negara Islam Indonesia
lantaran kecewa terhadap hasil perundingan Renville yang ia nilai merugikan
umat muslim. Kartosoewirjo kecewa dengan hasil perundingan Renville yang
mengharuskan tentara dan laskar bersenjata harus mundur ke belakang garis Van
Mook. Ketika itu santer terdengar bahwa Divisi Siliwangi yang menjadi
kebanggaan rakyat Jawa Barat akan hijrah ke Yogyakarta. Pada Februari 1948,
Kartosoewirjo menggelar konferensi pemimpin umat Islam se-Jawa Barat. Konferensi
tersebut dihadiri oleh 160 perwakilan organisasi Islam. Pada konferensi
tersebut pula tercetus ide pembentukan Negara Islam Indonesia. Salah satu
pengusulnya, Komandan Teritorial Sabilillah, Kasman, merujuk pada dua kekuatan
besar dunia saat itu. “Kalau mengikuti Rusia kita akan digempur Amerika. Begitu
pula sebaliknya,” ujar Kasman. “Karena itu, itu kita harus mendirikan negara
baru, yaitu negara Islam, untuk menyelamatkan negeri ini.” Kartosoewirjo
memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia pada tanggal 7 Agustus 1949,
di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Kewedenan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa
Barat.
Negara Islam Indonesia, menurut Kanun Azari, berbentuk djumhuriah, yakni Republik Islam yang
dipimpin oleh seorang imam. Tapi kenyataannya, struktur negara ini bersifat
teokrasi dan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo menjadi pemimpin tunggal.
Kartosoewirjo mengangkat dirinya sebagai imam bagi umat muslim seluruh
Indonesia. Negara Islam Indonesia dibagi menjadi tujuh Komandemen Wilayah (KW).
KW 1 Priangan Timur, KW 2 Jawa Tengah, KW 3 Jawa Timur, KW 4 Sulawesi Selatan
dan sekitarnya, KW 5 Sumatera, KW 6 Kalimantan serta KW 7 Serang-Banten, Bogor,
Garut, Sumedang dan Bandung. Dalam pemerintahannya, Kartosoewirjo dibantu oleh,
Daud Beureuh di Aceh serta Kahar Muzakar, Panglima Divisi Hasanudin Negara
Islam Indonesia, di Makassar.
Setelah memproklamirkan Negara Islam Indonesia,
Kartosoewirjo bersama keluarga dan kelompoknya harus bergerilya di belantara
priangan. Mereka bertahan di hutan dari tahun 1949 hingga tahun 1962. Operasi
pagar betis yang diselenggarakan oleh Tentara Nasional Indonesia akhirnya berhasil
mengatasi pemberontakan Kartosoewirjo. Kartosoewirjo ditangkap hidup-hidup di
Gunung Geber Majalaya, perbatasan Garut-Bandung.
Setelah penangkapan Kartosoewirjo, pemerintah segera
mengadakan pengadilan untuk imam besar Negara Islam Indonesia tersebut. Pada
tanggal 17 Agustus 1962, Kartosoewirjo divonis dengan hukuman mati. Tuduhan
terberat bagi Kartosoewirjo ialah melakukan percobaan pembunuhan Presiden Sukarno.
Dalam buku biografisnya yang ditulis oleh Cindy Adams, Sukarno berujar tentang
hukuman mati Kartosoewirjo, “menandatangani hukuman mati tidaklah memberikan kesenangan kepadaku.
Ambillah, misalnya, Kartosoewirjo. Ditahun 1918, dia kawanku yang baik. Ditahun
20-an di Bandung, kami tinggal bersama, makan bersama dan bermimpi bersama,”
kataya. Namun putusan harus diambil. “Seorang pemimpin harus bertindak, tanpa
memikirkan betapapun getir jalan yang ditempuh,” ujar Sukarno.
Pada tanggal 5 Sepember 1962, Kartosoewirjo dieksekusi di
depan regu tembak, setelah permohonan ampunnya ditolak. Dia ditembak bersama
lima anak buahnya yang dituduh terlibat percobaan pembunuhan presiden.
Pemerintah tidak pernah memberi tahu lokasi makam Sekarmadji Maridjan
Kartosoewirjo. Namun banyak pihak yang meyakini bahwa jasad Kartosoewirjo
dimakamkan di Pulau Onrust, Kepulauan Seribu.
Paska hukuman mati Kartosoewirjo, gerakan Darul Islam
mengalami pasang surut. Gerakan Darul Islam terpecah belah. Yang paling
terkenal ialah perpecahan Jamaah Islamiyah dan Darul Islam, namun organisasi
tersebut tetap memiliki cita-cita yang sama yakni membentuk Negara Islam
Indonesia. Sidney Jones, penasihat senior Inernational Crisis Group,
berpendapat bahwa Darul Islam jelas bukan suatu obyek kuno untuk museum.
Setelah lebih dari 50 tahun, ia masih tetap berkembang dan sempalannya masih
tetap menjadi inti gerakan Islam radikal di Indonesia-bagaimanapun ide negara
Islam masih tetap bergema. Kalau masih ada yang ragu tentang kedigdayaan Darul
Islam untuk mendorong anak muda berjihad, baca saja tulisan Iqbal alias
Arnasan, salah satu pengebom bunuh diri di Bali pada Oktober 2002.
“Ingat wahai mujahidin yang di Malingping. Imam kita S.M
Kartosoewirjo dulu waktu membangun dan menegakkan sekaligus memproklamasikan
kemerdekaan NII dengan darah dan nyawa para syuhada bukan dengan berleha-leha,
santai-santai saja seperti sekarang. Kalau kalian benar-benar ingin membangun
kembali kejayaan NII yng hari ini terkubur, siramlah kembali dengan darah-darah
antum agar antum tidak malu di depan Allah. Padahal kalian mengaku sebagai anak
DII/NII.”
Untuk yang
kelima bacalah edisi khusus “Bercermin Pada Yap Thiam Hien”. Aku yakin, mungkin
kamu baru pertama kali mendengan nama Yap Thiam Hien, padahal Yap Thiam Hien
merupakan salah satu pendekar hukum yang meyakini adegium fiat justitia ruat coelum- keadilan mesti ditegakkan walau langit
runtuh sekalipun. Selain itu, yang membuat Yap Thiam Hien berbeda dan terasa
sangat spesial ialah karena ia minoritas dalam tiga lapisan: Cina, Kristen,
jujur. Ia buktikan bahwa keadilan bisa diraih meski harus menunggu setengah
abad.
Keras,
tegas, jujur, itulah Yap. Politik kotor dan penuh muslihat tak cocok dengannya.
Baginya, kemanusiaan, keadilan dan hak asasi manusia adalah hal teragung yang
mesti ditegakkan. Itu sebabnya, ketika Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan
Indonesia (Baperki)-Yap ikut mendirikannya pada 1954-mendukung keinginan
Sukarno kembali ke Undang-Undang Dasar 1945, Yap menolak. Baginya, dalam hal
perlidungan hak asasi manusia, UUD Sementara 1950 lebih baik dari pada UUD
1945. Dia menunjuk Pasal 6 UUD 1945-“Presiden ialah orang Indonesia asli”-yang
disebutnya tidak adil dan mengabaikan pluralisme.
Yap
membela siapapun yang diperlakukan tak adil. Saat banyak orang meludah kepada
mereka yang disebut sebagai anggota Partai Komunis Indonesia, ia membela Soebandrio,
bekas wakil perdana menteri yang sebenarnya bekas musuh politiknya sendiri. Ia
juga memprotes pengiriman bekas tahanan PKI ke Pulau Buru. Lewat lembaganya,
Persekutuan Pelayanan Narapidana dan Tahanan, Yap menyerukan pembebasan semua
tahanan PKI.
Bagi Yap,
kebenaran adalah harga mati. Ia membela sebuah kasus bukan untuk kemenangan,
melainkan demi menemukan kebenaran. Sesungguhnya Yap mempunyai pilihan yang
lebih gampang dan menyenangkan. Sebagai pengacara lulusan Universitas Leiden,
ia mempunyai prospek cerah untuk menjadi kaya raya dan hidup tenang. Namun ia
terpanggil untuk memperjuangkan hak hukum kaum papa dengan mendirikan Lembaga
Bantuam Hukum. Konsistensinya dalam melawan penindasan bahkan membuat beberapa
kali ia ditahan karena melakukan aksi antikorupsi dan membela para mahasiswa
yang terlibat dalam kasus Malari.
Berkat
konsistensi perjuangannya dalam menegakkan hak asasi manusia, pada tahun1992
namanya diabadikan dalam penghargaan bagi tokoh pejuang hak asasi manusia: Yap
Thian Hien Award. Pengharggan tersebut menjadi sebuah bukti bahwa banyak pegiat
hak asasi manusia yang berkiprah sekarang terinspirasi oleh sepak terjang Yap
Thiam Hien.
Akhirnya
kita sampai pada majalah edisi khusus yang terakhir: “Teka-Teki Wiji Thukul.”
Sekali lagi aku berani yakin kamu juga tidak terlalu mengenal siapa itu Wiji
Thukul. Namun Wiji Thukul merupakan salah satu bagian dari sejarah reformasi
1998. Wiji Thukul memang bukanlah seorang penyair kenamaan yang pernah kita
miliki. Sejarah Republik juga menunjukkan ia juga bukan satu-satunya orang yang
menjadi korban penghilangan paksa. Namun Wiji Thukul merupakan seorang penyair
yang melalui puisi-puisinya mampu membuat jenderal-jenderal serta
petinggi-petinggi negara pada masa orde baru merah kupingnya jika mendengar
puisi-puisinya. Thukul juga merupakan cerita penting dalam sejarah orde baru
yang tak patut diabaikan.
Rambutnya
lusuh. Pakaiannya kumal. Celananya seperti tak mengenal sabun dan seterika. Ia
bukan burung merak yang mempesona. Tapi, bila penyair ini membaca puisi di
tengah buruh dan mahasiswa, pemerintah memberi cap sebagai agitator, penghasut.
Selebaran, poster, stensilan dan buletin propaganda yang ia bikin tersebar luas
di kalangan buruh dan petani. Kegiatannya mendidik anak-anak kampung dianggap
menggerakkan kebencian pada Orde Baru.
Wiji
Thukul selalu bergegas: dari Solo ke Salatiga, Yogyakarta, Magelang, Jakarta
dan Kalimantan. Sambil bersembunyi, dia terus terlibat aksi menantang Orde
Baru, mengkoordinasi buruh hingga membuat plakat dan selebaran. Dia juga tak
berhenti menulis puisi dan cerita pendek. “Kalau
teman-temanmu tanya/ kenapa bapakmu dicari-cari polisi/ jawab saja:/ ‘karena
bapakku orang berani’,” tulisnya dalam pelarian, untuk anaknya, Fitri
Nganthi Wani. Tapi, sejak Mei 1998, dia menghilang. Hingga sekarang.
Thukul
lahir dari keluarga penarik becak. Berhenti sekolah untuk bekerja agar
adik-adiknya bisa melanjutkan studi. Thukul sendiri menggelandang, mendirikan
grup teater, mengamen puisi ke kampung-kampung dan kota-kota, lalu menabalkan
diri sebagai aktivis pembela buruh. Namanya ada di barisan demonsran
Kedungombo, Sritex dan sejumlah demonstrasi besar di Solo. Ia hilang tak tentu
rimba. Tapi puisinya abadi dan menjadi teriakan wajib para demonstran: hanya
ada satu kata: Lawan!
Kisah-kisah
di atas banyak sekali memberikan sebuah pembelajaran. Aku mengerti bahwa kamu
adalah mahasiswa hubungan internasional. Mahasiswa hubungan internasional
memang pada umumnya lebih fokus dengan apa yang terjadi di luar negeri dan
mayoritas dari mereka mungkin tidak mengenal sejarah dari bangsanya. Aku pun
sama, dahulu ketika berkuliah aku justru lebih tertarik dengan apa yang terjadi
di luar negeri. Dosa asal mungkin kalau aku bisa bilang. Namun lambat laun, aku
menemukan keasyikan ketika diberikan kesempatan untuk mengetahui sejarah dari
bangsa ini.
Dari
tokoh-tokoh di atas kita juga bisa melihat bahwa mereka berjuang untuk apa yang
mereka yakini. Bahkan untuk beberapa tokoh seperti Agus Salim dan Yap Thiam
Hien lebih memilih hidup menderita untuk memperjuangkan apa yang mereka yakini
dibandingkan harus hidup mewah namun mengkhianati apa yang mereka yakini. Ini
bisa dilihat dari bagaimana seorang Agus Salim harus berpindah-pindah rumah
alias mengontrak karena tidak memiliki rumah. Leiden is lijden. Memimpin adalah menderita. Hal tersebut sangat
berbeda dengan pemimpin-pemimpin kita saat ini. Kondisi Yap Thiam Hien sungguh
sangat berbeda dengan ketua Mahkamah Konstitusi yang tertangkap tangan menerima
suap. Mungkin, jika Yap Thiam Hien saat ini masih hidup, tentu dia akan sangat
kecewa dengan kinerja lembaga yudisial saat ini.
Cukup
sekian surat ini. Aku harap, kita bisa belajar dari sejarah. Historia magistra vitae. Sejarah adalah
guru kehidupan.
terima kasih sayang :)
BalasHapusJakarta,28,Januari,2016
BalasHapusKepada Yth,
To : PERUSAHAAN BUMN
& SWASTA NASIONAL.
Di Tempat.
Up/attn : Pimpinan Perusahaan, HRD & Finance Manager , Accounting
Perihal : Surat Perkenalan & Kerjasama
Terlampir : 1 Perincian Penerbitan Bank Garansi & Surety Bond
Dengan Hormat,
Salam hangat dari PT. JASA MULLYA ABADI (Consultan Bank Garansi Dan Asuransi)
Perkenankan kami untuk memperkenalkan perusahaan kami, PT. JASA MULLYA ABADI .
Dimana kami telah di back up beberapa perusahaan Asuransi Kerugian Swasta Nasional Maupun BUMN serta Perusahaan kami telah ditunjuk untuk memasarkan bank garansi yang terbitkan oleh Bank diantaranya:BANK BNI , BRI , BCA , BII , EXIM , DKI , BTN , SINARMAS , MUTIARA , AGRA , KALTIM , SUMSEL , BUMIPUTERA , serta bank dan Asuransi Penerbit lainnya.Pada kesempatan ini kami menawarkan kerjasama dibidang penerbitan bank Garansi / Surety bond,dimana didalam penerbitannya kami memberikan prosedur relatif mudah yaitu : NON COLLATERAL (Tanpa Agunan), Serta Jaminan polis siap kami antar.
Jasa General Insurance Bank Garansi Dan Asuransi Yang Kami Tawarkan Diantaranya :
Ø JAMINAN PENAWARAN (Bid Bond)
Ø JAMINAN PELAKSANAAN (Performance Bond)
Ø JAMINAN UANG MUKA (Advance Payment Bond)
Ø JAMINAN PEMELIHARAAN (Maintenance Bond)
1.Contractor all risk (CAR)
2.Conprenshive general liability ( CGL)
3.Workman compensation liability (WCL)
4.Automobile liability (AL)
5.Custom bond
6.Property all risk (PAR)
7.Erection all risk ( EAR)
8.Marine hull insurance (MH)
9.Cargo
10`. Sp2d Akhir Tahun ( Surat Perintah Pencairan Dana )
11.Kredit Modal Kerja (KMK)
12. LC
Besar harapan kami kiranya perusahaan kami diberikan kesempatan dan kepercayaan untuk berpartisipasi dalam kegiatan perusahaan bapak/ibu kelola terutama dalam hal perlindungan terhadap resiko (Wan Prestasi) baik itu proyek yang sedang berjalan / akan dilaksanakan maupun proyek yang sudah berjalan kami memberikan prosedur yang relative mudah yaitu proses cepat serta jaminan polis siap di antar.
Demikianlah penawaran dari kami, semoga ini merupakan awal kerjasama yang baik dan berkesinambungan dimasa yang akan datang,atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.
salam .
DARMAWAN PRAMONO
Div.Marketing
PT. JASA MULLYA ABADI
(Insurance – Bank Guarantee & Surety Bond)
Jl. Harapan Mulya IV No. 38, Kemayoran - Jakarta Pusat
Telp : 021-4260719 (Hunting)
Fax : 021-4252048
Email : darmawan.jma@gmail.com
Mobile : 0812 9666 5251
http://brokerbankgaransi.blogspot.com/
Kita juga bisa bantu untuk jaminan akhir tahun SP2D